Kamis, 30 Mei 2013

RESPONDING AGAMA JAIN


RESPONDING PAPER
Agama Jain
Untuk tugas individual mata kuliah Agama-agama Minor

Dosen Pembimbing:
Ibu. Hj. Siti Nadroh, M.Ag

Disusun oleh:
NUR FARIZA: 1110032100014


logo-uin-baru.jpg


JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
1.      Sejarah dan perkembangan agama jain
Agama jain adalah sebuah agama monastic kuno dari india. Disebut agama Jain karena:
-Menolak otoritas weda sebagaimana halnya agama budhha.
-Muncul  pada zaman wiracarita yakni masa akhir zaman brahmana, ketika ada perdebatan antara aliran teistis dan non teistis.
-tidak mengakui adanya otoritas sacral Weda.
-menolak batu ujian ortodoksi hindu yaitu apa yang disebut kasta.[1]
-mengakui bahwa ada 24 Thirtankara atau jiwa sempurna yang kesemuanya dipercayai telah menyebarkan ajaran agama jain keseluruh dunia[2]
24 thirtankara tersebut, Vardhamana atau yang dikenal dengan Mahavira yakni Thirtankara yang ke 24 adalah tokoh jainisme yang paling dikenal dan para penganut agama jain merasa ajaran jain telah cukup sempurana tatkala ditangannya.[3]
Agama Jain bermakna : agama Penaklukan. Yang dimaksudkan penaklukan adalah penaklukan kodrat-kodrat Syahwati dalam tata hidup manusiawi[4]. Mahavira lebih dikenal sebagai nabi jainisme, bukan penciptanya. Mahavira adalah yang paling akhir turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang menyampaikan dan menyempurnakan ajaran-ajaran agama jain.[5]
Awal mula dari kemunculan agama jain ialah:
-Ketika mahavira menyaksikan prilaku kasta brahmana  (Brahmin) yang banyak melakukan penyelewengan-penyelewengan sehingga membuat dia muak pangeran muda tersebut.
-Mahavira melakukan perjalanan mengembara sebagai seorang kafir, dan bersumpah “ dalam masa 12 tahun terhitung mulai dari saat ini saya tidak akan mengucapkan sepatah katapun“.
Dari sumpah itu dia mendapatkan banyak pelajaran, diantaranya dia itu lebih baik dari kata.
-Mahavira juga tidak membenarkan membunuh apa-apa yang bernyawa.
-Kemudian ajaran-ajarannya banyak didukung oleh kalangan raja-raja karena salah satu ajarannya adalah tidak boleh menyakiti benda-benda yang mempunyai ruh tetapi telah mewajibkan rakyat agar taat dan setia kepada orang yang memerintah, barang siapa yang melanggar atau menentang akan disembelih kepalannya.
Sumber-sumber suci dikalangan para pengikut jain adalah pidato-pidato mahavira yang dikumpulkan bersama-sama dan dijilid menjadi suatu sumber hukum, disebut “Ardha Majdi“. Ketika digunakan bahasa sansekerta disebut kitab suci Jaina yaitu “Siddahanta” yang bermakna perintah, ajaran, bimbingan terdiri ari 12 buah Angas (Bab) berisikan tentang pesan-pesan dan sumber hukum dari para pengikut agama jaina.[6]
2.      Perkembangan Jainisme
Pengikut jaina lebih kurang satu juta orang dan semuanya berada di india seperti agama hindu, pada keseluruhannya tara sosial dan penidikan mereka bersifat tinggi.[7] Sekarang lebih kurang dari 8 juta orang yang menjadi pengikut. Secara sosial, biasanya para penganut Jainisme termasuk golongan menengah ke atas. Agama Jaina itu mewariskan bangunan-bangunan kuil yang amat terkenal keindahan arsitekturnya di India dan senantiasa dikunjungi wisatawan.[8]
Setelah Vardamina Mahavira meninggal aliran jainisme pecah menjadi dua yang disebabkan karena masalah pakaian dan iklim dalam 2 daerah belahan utara dan selatan:
Ø  Svetambara (memakai jubah putih)
Ø  Digambara (berpakaian langit atau telanjang) perpecahan tersebut terjadi Sekitar tahun 310 SM yakni lebih kurang tiga abad sepeninggal Mahavira.
Sekte Digambara itu beralaskan sikap hidup Mahavira didalam pengembaraannya, yang tidak peduli terhadap kebutuhan duniawi. Tetapi sejak abad ke 7 M, yakni semenjak anak benua India itu berada dibawah kekuasaan islam. Maka jemaat Digambara mulai dipaksakan mengenakan pakaian, setidaknya mengenakan celana dalam. Itu sebab juga pertemuan antara Islam dengan agama Jain.
3.      Ajaran dan praktik kegamaan
Agama jain atau jainisme menolak adanya tuhan yang dianggap sebagai pencipta atau penguasa dunia ini. Menurut Hut Chison, paham jainisme tidak termasuk atheis, melainkan disebut non-teisme, mengakui keberadaan apa yang disebut sang “Maha Kuat”, namun sang maha kuat tersebut termasuk manusia, semuanya terbelenggu dalam alam dosa dengan sedikit atau tanpa ada kesempatan untuk melarikan diri darinya.[9]
Agama Jainisme menolak tuhan diantaranya adalah karena:
Ø  Tuhan tidak ada perlunya karena manusia sendiri mampu mencapai kelepasan melalui kekuatannya sendiri tanpa harus bergantung secara neurotic terhadap kekuatan-kekuatan lain diluar dirinya.
Ø  Tuhan itu seolah-olah dianggap sebagai hal yang dijelaskan berdasarkan prinsip-prinsip irasional.[10]
Konsepsi tentang alam
Jainisme menganut filsafat dualism yang membagi alam semesta
menjadi dua kategori:
Ø  zat yang hidup (jiva),
Ø  zat yang tidak hidup (ajiva), memiliki lima substansi yaitu benda (pudgala), dharma, adharma, ruang (akasa) dan waktu (kala).
Enam dravya adalah percampuran antara jiva dan ajiva. Substansi jiva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan, tidak ada permulaan dan tidak berakhir. substansi-substansi tersebut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi dua yakni astikaya dan nastikaya.[11] Alam semesta ini adalah abadi, bergerak bukan karena adanya tuhan melainkan bergerak secara mekanistis belaka.[12]
Konsepsi tentang karma
Jainisme tetap menerima ajaran tentang karma-samsara yang terjadi karena tercampurnya jiva dan ajiva. Karma adalah energy jiwa yang dengan energy itu menyebabkan penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa itu. Proses pembersihan karma disebut dengan nirjana, jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada akhirnya semua karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama hidup.[13]
Tujuan utama dari orang Jain adalah menjadi seorang Paramatman, satu jiwa yang sempurna. Moksha didefiniskan dalam agama Jain sebagai pembebasan, penyatuan diri (self-unity) dan integrasi, kesendirian yang murni dan ketenangan yang abadi, bebas dari tindakan dan keinginan, bebas dari karma dan kelahiran kembali. Moksha dapat dicapai dalam hidup ini atau pada waktu setelah mati. Tidak ada persatuan dengan Tuhan.[14]
Pandangan tentang pencerahan
Jiwa yang telah mencapai kesempurnaan atau pencerahan menyebabkan pemiliknya mencapai tingkat kesalehan dan kesempurnaan dari luar dan dapat menikmati empat macam atribut:
Ø  persepsi yang tak terbatas
Ø  pengetahuan yang tak terbatas           
Ø  kekuatan yang tak terbatas
Ø  kebahagiaan yang tak terbatas
Ø  Kesempurnaan jiwa seperti ini dapat dirasa ketika dia amsih hidup atau sudah mati.[15]
Tentang Epsitemologi
Dalam aspek epistemologi, jaina menolak pandangan carvaka bahwa persepsi hanyalah satu-satunya sumber valid munculnya pengetahuan. Jika kita menolak akan memperoleh pengetahuan benar melalui inferensi dan testimoni orang lain, kita semestinya meragukan validitas persepsi, karena sekalipun persepsi kadang-kadang bisa bersifat ilusi.
Padahal carvaka sendiri memakai inferensi (anumana) akan menberikan pengetahuan valid ketika ia mengikuti kaidah-kaidah logis yang tepat.
Jaina mengklasifikasikan pengetahuan benar:
pengetahuan langsung (aparoksa):
-avadhi, kemampuan melihat hal-hal yang tidak Nampak oleh indra.
-manahparyaya, telepathi.
-kepala, kemahatahuan.
pengetahuan antara (paroksa):
-mati, mencakup pengetahuan perseptual dan inferensial.
-sruta, berarti pengetahuan yang diambil dari otoritas.
       Pengetahuan salah:
samshaya atau keragu-raguan, viparyaya atau kesalahan
anandhyavasaya atau pengetahuan salah melalui kesamaan.[16]
Pengetahuan dibagi lagi:
pramana atau pengetahuan tentang suatu benda seperti apa adanya
naya atau pengetahuan tentang suatu benda didalam hubungannya dengan yang lainnya yang berarti titik pandang atau pendapat dari mana kita membuat pernyataan tentang sesuatu. Terdapat tujuh naya yang empat pertama adalah artha-naya, kemudian tiga terakhir disebut sabda-naya.[17]
Jaina percaya dengan pluralisme roh; terdapat roh-roh sebanyak tubuh hidup yang ada. Tidak hanya roh dalam binatang, tetapi juga tumbuh-tumbuhan dan bahkan dalam debu. Hal ini juga diterima dalam ilmu pengetahuan moderen. Karma dapat menyebabkan belenggu roh. Dengan menyingkirkan karma roh dapat memindahkan belenggu dan mendapatkan kesempurnaan alamiah.[18]
Tiga cara menyingkirkan belenggu:
keyakinan yang sempurna dalam ajaran-ajaran guru-guru jaina
pengetahuan benar dalam ajaran-ajaran tersebut
perilaku yang benar, terdiri atas praktek tidak menyakiti atau melukai seluruh makhluk hidup, menghidari kesalahan, mencuri, sensualitas, dan kemelakatan objek-objek indriya.
Sehingga karma yang membelenggu roh akan disingkirkan. Lalu, roh mencapai kesempurnaan, yang berakhir adalah moksa, seperti guru-guru dalam tradisi jaina atau Tirthankara. [19]
Tentang Metafisika
Jainisme  mengatakan ia yang mengetahui semua sifat benda di dalam satu benda, mengetahui semua sifat semua benda, dan ia mengetahui semua sifat semua benda. Pengetahuan manusia, dengan melihat kapasitasnya yang terbatas. Teori logika dan epistemologi Ajaran jaina ini disebut “syadvada”.
Sisi metafisikanya bahwa:
Realitas mempunyai karakter yang tak terhitung jumlahnya disebut anekantavada
logika dan epistemologinya bahwa kita hanya dapat mengetahui beberapa aspek saja dari suatu realitas di dunia dan keputusan-keputusan kita bersifat relativ, disebut syadvada.
4.      PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM JAINISME
Asketisme, kehidupan asketik dianggap sebagai:
Ø  latihan spiritual para atlit menjelang pertandingan
Ø  menempatkan prinsip serba dua antara materi dan spirit (jiwa)
Etika penganut agama Jain
Kelima sumpah disebut “sumpah besar” (maha-vrta):
1.      ahimsa (non kekerasan)
2.      satya (kebenaran di dalam pikiran)
3.      asteya (tidak mencuri)
4.      brahmacharya (berpantang dari pemenuhan nafsu baik pikiran, perkataan maupun perbuatan)
5.      aparigraha (ketakmelekatan dengan pikiran, perkataan dan prbuatan).
Bagi orang umum disebut ‘sumpah kecil’ (anu-vrta), 12 atauran yang semula berasal dari aturan pendeta:
1.      Tidak pernah menyengaja melenyapkan kehidupan dari makhluk ang berorgan indra
2.      Tidak pernah berbohong
3.      Tidak mencuri
4.      Tidak berzina
5.      Tidak tamak
6.      Menghindari godaan-godaa
7.      Membatasi jumlah barang yang dipakai sehari-har
8.      Menjaga hal yang berlawanan dengan usaha untuk menghindari dari kesalahan-kesalaha
9.      Menjaga periode-periode meditasi yang telah dicapa
10.  Mengamati periode-periode penolakan dir
11.  Memanfaatkan periode-periode kesempatan menjadi pendet
12.  Member sedekah
Umat awam juga memegag prinsip ahimsa, dengan melakukan diet vegetarian dan selanjutnya melarang diri makan telor. [20]











DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALI JAGA PRESS, 1988)
Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: al Husna Zikra), cet. lll, 1996
I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, (Denpasar: Mabhakti, 2003)
Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html












[1] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALI JAGA PRESS, 1988)h, 151
[2] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 152
[4] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: al Husna Zikra), cet. lll, 1996, h 128
[5] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 15153

[6] Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[7] Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[8]. http://arifuddinali.blogspot.com/2011/12/jainisme.html.
[9] Ali, mukti, agama-agama di Dunia, h.15158-159
[10] Ibid, h. 159
[11] Ibid, h. 162-163
[12] Ibid. h. 164
[13] Ibid, h. 164-166
[14] http://www.iloveblue.com/agama-jain/
[15] Ali, mukti, Agama-agama di Dunia, h. 167-169
[16] Ibid, h. 316
[17] ibid
[18] Ibid, h. 18
[19] Ibid, h. 320
[20] I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, h. 319.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar