Kamis, 06 Juni 2013

falsafah dan Keyakinan agama Jain


Falsafah dan Keyakinan Jainisme.
Falsafah Jainisme berdasarkan kebenaran-kebenaran yang abadi dan universal.
  1. Jiva, semua kehidupan mempunyai Jiva yang abadi. Agama ini menegaskan bahwa kita harus hidup, berfikir, dan bertindak dengan penuh hormat, termasuk menghormati sifat Jivaniah semua kehidupan. Penganut Jainisme memandang Tuhan sebagai sifat-sifat yang tidak berubah-ubah bagi Jiva, terutama sebagai Pengetahuan Tak Terhingga, Persepsi, Kesadaran, dan Kebahagian (Anant Gyän, Anant Darshan, Anant Chäritra, dan Anant Sukh). Masing-masing Jiva  bebas tidak terikat.  Jiva bertanggung jawab atas perbuatannya.  Jiva bisa dijadikan bebas dari siklus kelahiran dan kematian. Tapi tidak semua Jiva dapat mencapai kebebasan – ada beberapa Jiva yang selamanya tidak bisa mencapai kebebasan.  Masing-masing  jiva bebas dari Jiva yang lain (Ini berbeda dengan ajaran Hindu Vedanta yang meyakini setiap Jiva merupakan bagian dari paramaatman). Jains meyakini bahwa ada Jiva yang tak terbatas di alam semesta – setiap kehidupan , betapapun primitifnya, adalah juga sebuah Jiva. Bagi Jains, setiap Jiva terkait dengan sesuatu, dan terlibat dalam putaran kelahiran dan kematian sejak awal. Jiva tidaklah muncul dari sesuatu yang sempurna, yang kemudian terlibat dalam perputaran kelahiran dan kematian. Beberapa Jiva atas usaha mereka sendiri, terbebaskan dan bebas dari siklus. Jiva yang bebas ini disebut Siddha. Jiva yang telah mencapai kebebasan, tidak memiliki tubuh fisik, tapi mereka memiliki pengetahuan tanpa batas, visi tanpa batas, kekuatan, sehingga kemudian dia mencapai tingkat sebagai mahluk sempurna. Jiva yang terbebaskan seperi menjadi Deva, tapi menurut keyakinan Jain, sangat berbeda dengan ide Deva yang konvensional. Jiva yang terdiri dari substansi  :  dharma, adharma, akash, (merupakan media pergerakan).
  2. Ajiva: Ajiva merupakan kebalikan dari Jiva yang berupa  pudgala dan kala .( merupakan media tanpa bentuk dan tak nampak).
  3. Punya (baca : puniya) : Punya merupakan perbuatan baik dan religius. Ada sembilan jalan untuk mewujudkan hal itu. Dalam kenyataannya ada berbagai cara untuk melaksanakan kedermawanan seperti, memberikan makan kepada mereka yang kelaparan, memberikan minuman kepada yang kehausan, memberikan pakaian kepada yang membutuhkan dan memberikan layanan kepada mahluk hidup.
  1. Papa: dosa atau kejahatan, faktor      utama dari perbudakan Jiva. Menyakiti atau membunuh mahluk hidup merupakan      dosa besar, yang mengakibatkan hukuman yang berat.
  2. Asrava: menyatakan      masuknya  karma kedalam Jiva. Seperti      halnya air masuk ke kapal melalui lubang, demikian juga karma memasuki Jiva      melalui asrava. Sumber dari aktivitas menunjukkan masuknya punya      (kebaikan) atau keburukan (papa), tergantung dari aktivitasnya apakah shubha      (berjasa ) atau ashubha (tidak berjasa). Prinsipnya  ’Perbuatan yang menyenangkan akan      mengakibatkan hal yang menyenangkan’ diterima sebagai doktrin Jaina mengenai      karma.
  3. Samvara: bermakna      menghentikan, mengendalikan dan menahan masuknya karma ke dalam jiva,      Samvara diakibatkan oleh pengendalian pribadi (gupti), mengendalikan      pergerakan (samiti), sifat baik  (dharma), kontemplasi (anupreksha), penaklukan      dari prilaku kekerasan.
  4. Bandha: merupakan      penyatuan dari  jiva dengan  pudgala, atau antara jiva dengan hal      tanpa jiva. Jiva yang ,disertai dengan nafsu yang besar  yang berasimilasi dan membentuk karma. Hal      itu diakibatkan oleh : keyakinan yang salah, keteledoran yang tak terkendali,      nafsu  yang besar.
  5. Nirjara : berarti menyembunyikan,      mengeringkan atau penghancuran. Nirjara adalah menghancurkan dan membakar      karma yang berakumulasi. Ambil contoh sebuah tabung. Dengan menghentikan      mengalirinya air masuk ke tabung, kita menahan naiknya air didalam tabung.      Inilah samvara, tetapi sudah ada sejumlah air di dalam tabung. Untuk      mengeringkan air ini, hal itu mungkin dapat dilakukan dengan menjemurnya      di matahari. Inilah nirjara.
  6. Moksha :adalah puncak dari pencapaian spiritual ketika semua hambatan dapat      diatasi. Jiva terbebas dari pengaruh karma       Itu merupakan suatu kedamaian, keyakinan yang sempurna, pengetahuan yang sempurna , dan suatu      kondisi untuk tercapainya sidhi. Moksha dapat dicapai melalui pengetahuan      yang benar, keyakinan yang benar dan perbuatan yang benar.
Penganut Jainisme menolak makanan yang diperoleh dengan kekerasan. Penganut yang mematuhi ajaran Jainisme tidak makan, minum, atau membuat perjalanan setelah matahari terbenam  dan mereka selalu  bangun sebelum matarhari terbit. Penganut-penganut Jainisme amat ramah dan amat menghormati  kepercayaan-kepercayaan yang lain. Banyak kuil yang bukan kuil Jainisme disucikan oleh penganut-penganut Jainisme. Keluarga Heggade adalah sebuah keluarga Jainisme yang telah menjalankan institusi-institusi Hindu di Dharmasthala, termasuk Kuil Sri Manjunath, selama delapan abad. Penganut-penganut Jainisme menyumbangkan uang kepada gereja dan masjid, dan biasanya membantu majelis antar agama. Pendeta Jainisme, seperti Acharya Tulsi dan Acharya Sushil Kumar, mempromosikan keharmonian antara agama-agama yang bersaing untuk meredakan ketegangan.


Pendeta Jain menolak kehidupan duniawi
Pendetanya melepaskan diri dari keterikatan keinginan fikiran, sehingga beliau hidup tanpa mengenakan busana. Dan untuk pengendalian fisik dan fikirannya mereka senantiasa melaksanakan pola hidup vegetarian, puasa dan tidak tanggung-tanggung, masih ada yang melaksanakan puasa selama satu tahun  pada tahun 1998 yang lalu. Adalah suatu kemuliaan bagi penganut Jain apabila  membiarkan dirinya mati kering-kerontang kelaparan. Semoga bermanfaat.


Pendiri dari komunitas Jain adalah Vardhamana. Dia memperoleh pencerahan pada 420 SM. Jainisme memiliki banyak kemiripan dengan  Hinduisme dan  Budhisme yang lahir di area yang sama.

Patung Mahavira di Kuil Vimalsha di Rajasthan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar